Selasa, 13 Oktober 2009

KRITERIA NANDA-NOC-NIC

KRITERIA MENURUT NANDA, NOC DAN NIC.
by : Nofly B. kario, S.Kep


1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan dispnea karena fraktur os Nasal.
1) NANDA : ineffective breathing pattern-1980, 1996, 1998.
Domain : 4-aktivitas/istirahat
Kelas : 4- respon kardiovaskuler/pulmonal
Diagnosis : pola nafas tidak efektif
Pengertian : ventilasi atau pertukaran udara inspirasi dan atau ekspirasi tidak adekuat.

Batasan karakteristik :
• Penurunan tekanan inpirasi/ekspirasi
• Penurunan ventilasi permenit
• Penggunaan otot nafas tambahan untuk bernafas
• Dispnea
• Penyimpangan dada
• Nafas pendek
• Nafas pursed-lip (dengan bibir)
• Ekspirasi memanjang
• Frekwensi nafas :
o Bayi : < 25 atau > 60
o 1-4 thn : <20 atau > 30
o 5-14 thn : <20 atau >30
o > 14 thn : <11 atau >24
• Kedalaman nafas :
o Volume tidal dewasa saat istirahat 500 ml
o Volume tidal bayi 6-8 ml/kgBB
• Penurunan kapasitas vital

2) CLIEN OUTCOMES :
• Status respirasi : Kepatenan jalan nafas
• Status respirasi : ventilasi
• Status tanda vital.

3) NURSING OUTCOMES : Respiratory Status : Ventilation (0403)
Domain : Physiologic health (II)
Class : Cardiopulmonary (E)
Scale : Extremely compromised to not compromised (a)

Indikasi : Skala :
040301 Jumlah pernafasan 3-MDC
040302 Ritme pernafasan 3-MDC
040303 Pernafasan dalam 3-MDC
040305 Istirahat cukup 4-MLC
040307 Kekuatan vokal 2-SBC
040313 Dispnue tidak ada 4-MLC


4) NURSING INTERVENTIONS
Aktivitas :
• Pertahankan kepatenan jalan masuk
• Pertahankan jalan nafas
• Pantau ABC (acid-base management) dan tingkat elektrolit, jika didapatkan
• Pantau status hemodinamik yaitu CVP, MAP, PCWP, jika diperlukan
• Pantau untuk kekurangan cairan (mis : muntah, diare, diuresis) jika diperlukan
• Posisi untuk fasilitasi kekuatan ventilasi (mis : buka jalan nafas dan mengangkat kepala dari tempat tidur)
• Pantau status pernafasan

2. Nyeri akut berhubungan dengan luka post operasi frontal.
1) NANDA : acute pain-1996.
Domain : 12-kenyamanan
Kelas : 1-kenyamanan fisik
Diagnosis : nyeri akut
Pengertian : Sensori yang tidak menyenangkan dan pengalaman emosional yang muncul secara aktual atau potensial kerusakan jaringan atau menggambarkan adanya kerusakan (Asosiasi Studi Nyeri Internasional): serangan mendadak atau pelan intensitasnya dari ringan sampai berat yang dapat diantisipasi dengan akhir yang dapat diprediksi dan dengan durasi kurang dari 6 bulan.

Batasan karakteristik :
• Laporan secara verbal atau nonverbal
• Fakta dari observasi
• Tingkah laku berhati-hati
• Muka topeng
• Terfokus pada diri sendiri
• Fokus menyempit (Penurunan persepsi waktu, kerusakan proses berpikir, penurunan interaksi dengan orang dan lingkungan).
• Respon autonom (seperti diaphoresis, perubahan tekanan darah, perubahan nafas, nadi dan dilatasi pupil)
• Perubahan autonomic dalam tonus otot (mungkin dalam rentang dari lemah ke kaku).
• Tingkah laku ekspresif (contoh:gelisah, merintih, menangis, waspada, iritabel, nafas panjang/berkeluh kesah)
• Perubahan dalam nafsu makan dan minum

2) CLIEN OUTCOMES :
a. Tingkat kenyamanan
b. Perilaku mengendalikan nyeri
c. Nyeri : efek merusak.
d. Tingkat nyeri.

3) NURSING OUTCOMES : Pain level-2102
Domain : perceived health (V)
Class : symptom status (V)
Scale : severe to none (n)

Indikasi : Skala :
210201 Melaporkan nyeri 2-SB
210203 Frekuensi nyeri 3-M
210204 Episode nyeri 3-M
210205 Ekspresi mulut terhadap nyeri 2-SB
210206 Ekspresi muka terhadap nyeri 2-SB
210207 Istirahat cukup 4-SL

4) NURSING INTERVENTIONS : Pain Management-1400.
Aktivitas :
• Lakukan pengkajian nyeri yang komprehensif, meliputi lokasi, karakteristik, durasi, kualitas, intensitas, atau keparahan nyeri dan factor prepitasinya
• Observasi isyarat ketidaknyamanan nonverbal, khususnya pada mereka yang tidak mampu mengkomunikasikannya secara efektif
• Berikan informasi tentang nyeri, seperti penyebab nyeri, seberapa lama akan berlangsung.
• Ajarkan penggunaan teknik nonfamakologis misalnya : relaksasi, terapi music, distraksi, terapi bermain, kompres hangat/dingin, dan massase ; sebelum dan setelah memungkinkan selama aktivitas yang menyakitkan, sebelum terjadi nyeri atau meningkat, dan selama penggunaan tindakan pengurangan nyeri yang lain.

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan tubuh dan ADL dibantu.
1) NANDA : Activity Intolerance-1982
Domain : 4-aktivitas/istirahat
Kelas : 4-respon kardiovaskuler/pulmonal
Diagnosis : intoleransi aktivitas
Pengertian : Ketidakcukupan energi secara fisiologis atau psikologis dalam pemenuhan aktivitas sehari-hari yang dibutuhkan atau diperlukan.

Batasan karakteristik :
• Laporan verbal : kelelahan dan kelemahan
• Respon terhadap aktivitas menunjukkan nadi dan tekanan darah abnormal
• Perubahan EKG menunjukkan aritmia atau disritmia.
• Dispnea dan ketidaknyamanan yang sangat.

2) Clien outcomes :
• Daya tahan
• Penghematan energy
• Perawatan diri : aktivitas hidup sehari-hari
• Perawatan diri : aktivitas kehidupan sehari-hari instrumental.

3) Nursing outcomes : self care ; activities of daily living (ADL) (0300)
Domain : Functional Health (I)
Class : self care (D)
Scale : Dependent, does not participate to completely independent (c)


Aktivitas : Skala
030001 Makan 2-RAPD
030002 Berpakaian 2-RAPD
030003 Toileting 2-RAPD
030004 Mandi 2-RAPD
030006 Kebersihan 2-RAPD
030007 Kebersihan mulut 2-RAPD

4) Nursing Interventions : Activity theraphy (4310)
Aktivitas :
• Kolaborasikan dengan ahli terapi okupasi, fisik dan /atau rekreasi untuk merencanakan dan mamantau program aktivitas, sesuai dengan kebutuhan
• Evaluasi emosi dan keinginan pasien untuk meningkatkan aktivitas.
• Penggunaan teknik relaksasi (misalnya ; distraksi, visualisasi selama aktivitas)
• Bantu pasien untuk mengubah posisi secara berkala, bersandar, duduk, berdiri, dan ambulasi yang dapat ditoleransi
• Rencanakan aktivitas dengan pasien/keluarga yang meningkatkan kemandirian dan daya tahan.

Senin, 05 Oktober 2009

ASKEP HEMATEMESIS MELENA EC SIROSIS HEPATIS

A. KONSEP DASAR PENYAKIT
HEMATEMESIS MELENA
a. PENGERTIAN
Hematemesis adalah muntah darah dan melena adalah pengeluaran faeses atau tinja yang berwarna hitam seperti ter yang disebabkan oleh adanya perdarahan saluran makan bagian atas. Warna hematemesis tergantung pada lamanya hubungan atau kontak antara darah dengan asam lambung dan besar kecilnya perdarahan, sehingga dapat berwarna seperti kopi atau kemerah-merahan dan bergumpal-gumpal.
Biasanya terjadi hematemesis bila ada perdarahan di daerah proksimal jejunun dan melena dapat terjadi tersendiri atau bersama-sama dengan hematemesis. Paling sedikit terjadi perdarahan sebanyak 50-100 ml, baru dijumpai keadaan melena. Banyaknya darah yang keluar selama hematemesis atau melena sulit dipakai sebagai patokan untuk menduga besar kecilnya perdarahan saluran makan bagian atas. Hematemesis dan melena merupakan suatu keadaan yang gawat dan memerlukan perawatan segera di rumah sakit.
Penyebab perdarahan saluran makan bagian atas
• Kelainan esofagus: varise, esofagitis, keganasan.
• Kelainan lambung dan duodenum: tukak lambung dan duodenum, keganasan dan lain-lain.
• Penyakit darah: leukemia, DIC (disseminated intravascular coagulation), purpura trombositopenia dan lain-lain.
• Penyakit sistemik lainnya: uremik, dan lain-lain.
• Pemakaian obat-obatan yang ulserogenik: golongan salisilat, kortikosteroid, alkohol, dan lai-lain.
Penting sekali menentukan penyebab dan tempat asal perdarahan saluran makan bagian atas, karena terdapat perbedaan usaha penanggulangan setiap macam perdarahan saluran makan bagian atas. Penyebab perdarahan saluran makan bagian atas yang terbanyak dijumpai di Indonesia adalah pecahnya varises esofagus dengan rata-rata 45-50 % seluruh perdarahan saluran makan bagian atas (Hilmy 1971: 58)


b. DIAGNOSIS
Anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium
Dilakukan anmnesis yang teliti dan bila keadaan umum penderita lamah atau kesadaran menurun maka dapat diambil aloanamnesis. Perlu ditanyakan riwayat penyakit dahulu, misalnya hepatitis, penyakit hati menahun, alkoholisme, penyakit lambung, pemakaian obat-obat ulserogenik dan penyakit darah seperti: leukemia dan lain-lain. Biasanya pada perdarahan saluran makan bagian atas yang disebabkan pecahnya varises esofagus tidak dijumpai adanya keluhan rasa nyeri atau pedih di daerah epigastrium dan gejala hematemesis timbul secara mendadak. Dari hasil anamnesis sudah dapat diperkirakan jumlah perdarahan yang keluar dengan memakai takara yang praktis seperti berapa gelas, berapa kaleng dan lain-lain.
Pemeriksaan fisik penderita perdarahan saluran makan bagian atas yang perlu diperhatikan adalah keadaan umum, kesadaran, nadi, tekanan darah, tanda-tanda anemia dan gejala-gejala hipovolemik agar dengan segera diketahui keadaan yang lebih serius seperti adanya rejatan atau kegagalan fungsi hati. Disamping itu dicari tanda-tanda hipertensi portal dan sirosis hepatis, seperti spider naevi, ginekomasti, eritema palmaris, caput medusae, adanya kolateral, asites, hepatosplenomegali dan edema tungkai.
Pemeriksaan laboratorium seperti kadar hemoglobin, hematokrit, leukosit, sediaan darah hapus, golongan darah dan uji fungsi hati segera dilakukan secara berkala untuk dapat mengikuti perkembangan penderita.

1) Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan radiologik dilakukan dengan pemeriksaan esofagogram untuk daerah esofagus dan diteruskan dengan pemeriksaan double contrast pada lambung dan duodenum.
Pemeriksaan tersebut dilakukan pada berbagai posisi terutama pada daerah 1/3 distal esofagus, kardia dan fundus lambung untuk mencari ada/tidaknya varises. Untuk mendapatkan hasil yang diharapkan, dianjurkan pemeriksaan radiologik ini sedini mungkin, dan sebaiknya segera setelah hematemesis berhenti.



2) Pemeriksaan endoskopik
Dengan adanya berbagai macam tipe fiberendoskop, maka pemeriksaan secara endoskopik menjadi sangat penting untuk menentukan dengan tepat tempat asal dan sumber perdarahan. Keuntungan lain dari pemeriksaan endoskopik adalah dapat dilakukan pengambilan foto untuk dokumentasi, aspirasi cairan, dan biopsi untuk pemeriksaan sitopatologik. Pada perdarahan saluran makan bagian atas yang sedang berlangsung, pemeriksaan endoskopik dapat dilakukan secara darurat atau sedini mungkin setelah hematemesis berhenti.

3) Pemeriksaan ultrasonografi dan scanning hati
Pemeriksaan dengan ultrasonografi atau scanning hati dapat mendeteksi penyakit hati kronik seperti sirosis hati yang mungkin sebagai penyebab perdarahan saluran makan bagian atas. Pemeriksaan ini memerlukan peralatan dan tenaga khusus yang sampai sekarang hanya terdapat dikota besar saja.

c. TERAPI
Pengobatan penderita perdarahan saluran makan bagian atas harus sedini mungkin dan sebaiknya diraat di rumah sakit untuk mendapatkan pengawasan yang teliti dan pertolongan yang lebih baik. Pengobatan penderita perdarahan saluran makan bagian atas meliputi :
1. Pengawasan dan pengobatan umum
• Penderita harus diistirahatkan mutlak, obat-obat yang menimbulkan efek sedatif morfin, meperidin dan paraldehid sebaiknya dihindarkan.
• Penderita dipuasakan selama perdarahan masih berlangsung dan bila perdarahan berhenti dapat diberikan makanan cair.
• Infus cairan langsung dipasang dan diberilan larutan garam fisiologis selama belum tersedia darah.
• Pengawasan terhadap tekanan darah, nadi, kesadaran penderita dan bila perlu dipasang CVP monitor.
• Pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit perlu dilakukan untuk mengikuti keadaan perdarahan.
• Transfusi darah diperlukan untuk menggati darah yang hilang dan mempertahankan kadar hemoglobin 50-70 % harga normal.
• Pemberian obat-obatan hemostatik seperti vitamin K, 4 x 10 mg/hari, karbasokrom (Adona AC), antasida dan golongan H2 reseptor antagonis (simetidin atau ranitidin) berguna untuk menanggulangi perdarahan.
• Dilakukan klisma atau lavemen dengan air biasa disertai pemberian antibiotika yang tidak diserap oleh usus, sebagai tindadakan sterilisasi usus. Tindakan ini dilakukan untuk mencegah terjadinya peningkatan produksi amoniak oleh bakteri usus, dan ini dapat menimbulkan ensefalopati hepatik.

2. Pemasangan pipa naso-gastrik
Tujuan pemasangan pipa naso gastrik adalah untuk aspirasi cairan lambung, lavage (kumbah lambung) dengan air , dan pemberian obat-obatan. Pemberian air pada kumbah lambung akan menyebabkan vasokontriksi lokal sehingga diharapkan terjadi penurunan aliran darah di mukosa lambung, dengan demikian perdarahan akan berhenti. Kumbah lambung ini akan dilakukan berulang kali memakai air sebanyak 100- 150 ml sampai cairan aspirasi berwarna jernih dan bila perlu tindakan ini dapat diulang setiap 1-2 jam. Pemeriksaan endoskopi dapat segera dilakukan setelah cairan aspirasi lambung sudah jernih.
3. Pemberian pitresin (vasopresin)
Pitresin mempunyai efek vasokoktriksi, pada pemberian pitresin per infus akan mengakibatkan kontriksi pembuluh darah dan splanknikus sehingga menurunkan tekanan vena porta, dengan demikian diharapkan perdarahan varises dapat berhenti. Perlu diingat bahwa pitresin dapat menrangsang otot polos sehingga dapat terjadi vasokontriksi koroner, karena itu harus berhati-hati dengan pemakaian obat tersebut terutama pada penderita penyakit jantung iskemik. Karena itu perlu pemeriksaan elektrokardiogram dan anamnesis terhadap kemungkinan adanya penyakit jantung koroner/iskemik.
4. Pemasangan balon SB Tube
Dilakukan pemasangan balon SB tube untuk penderita perdarahan akibat pecahnya varises. Sebaiknya pemasangan SB tube dilakukan sesudah penderita tenang dan kooperatif, sehingga penderita dapat diberitahu dan dijelaskan makna pemakaian alat tersebut, cara pemasangannya dan kemungkinan kerja ikutan yang dapat timbul pada waktu dan selama pemasangan.
Beberapa peneliti mendapatkan hasil yang baik dengan pemakaian SB tube ini dalam menanggulangi perdarahan saluran makan bagian atas akibat pecahnya varises esofagus. Komplikasi pemasangan SB tube yang berat seperti laserasi dan ruptur esofagus, obstruksi jalan napas tidak pernah dijumpai.
5. Pemakaian bahan sklerotik
Bahan sklerotik sodium morrhuate 5 % sebanyak 5 ml atau sotrdecol 3 % sebanyak 3 ml dengan bantuan fiberendoskop yang fleksibel disuntikan dipermukaan varises kemudian ditekan dengan balon SB tube. Tindakan ini tidak memerlukan narkose umum dan dapat diulang beberapa kali. Cara pengobatan ini sudah mulai populer dan merupakan salah satu pengobatan yang baru dalam menanggulangi perdarahan saluran makan bagian atas yang disebabkan pecahnya varises esofagus.
6. Tindakan operasi
Bila usaha-usaha penanggulangan perdarahan diatas mengalami kegagalan dan perdarahan tetap berlangsung, maka dapat dipikirkan tindakan operasi . Tindakan operasi yang basa dilakukan adalah : ligasi varises esofagus, transeksi esofagus, pintasan porto-kaval.
Operasi efektif dianjurkan setelah 6 minggu perdarahan berhenti dan fungsi hari membaik.

D. Prognosis
Pada umumnya penderita dengan perdarahan saluran makan bagian atas yang disebabkan pecahnya varises esofagus mempunyai faal hati yang buruk/.terganggu sehingga setiap perdarahan baik besar maupun kecil mengakibatkan kegagalan hati yang berat. Banyak faktor yang mempengaruhi prognosis penderita seperti faktor umur, kadar Hb, tekanan darah selama perawatan, dan lain-lain. Hasil penelitian Hernomo menunjukan bahwa angka kematian penderita dengan perdarahan saluran makan bagian atas dipengaruhi oleh faktor kadar Hb waktu dirawat, terjadi/tidaknya perdarahan ulang, keadaan hati, seperti ikterus, encefalopati dan golongan menurut kriteria Child.
Mengingat tingginya angka kematian dan sukarnya dalam menanggulangi perdarahan sakuran makan bagian atas maka perlu dipertimbangkan tindakan yang bersifat preventif terutama untuk mencegah terjadinya sirosis hati.

SIROSIS HEPATIS
a. Pengertian
Sirosis hepatis adalah stadium akhir penyakit hati menahun dimana secara anatomis didapatkan proses fibrosis dengan pembentukan nodul regenerasi dan nekrosis.

b. Penyebab
Beberapa penyebab dari sirosis hepatic yang sering adalah:
1) Post nekrotic cirrhosis (viral hepatits)
2) Proses autoimmune:
a) Cronic active hepatitis.
b) Biliary cirhosis
3) Alkoholisme

c. Gambaran Klinis
1) Mual-mual, nafsu makan menurun
2) Cepat lelah
3) Kelemahan otot
4) Penurunan berat badan
5) Air kencing berwarna gelap
6) Kadang-kadang hati teraba keras
7) Ikterus, spider naevi, erytema palmaris
8) Asites
9) Hematemesis, melena
10) Ensefalopati

d. Pemeriksaan Laboratorium
1) Urine : bila ada ikterus, urobilin dan bilirubin menjadi positif.
2) Feses : ada perdarahan maka test benzidin positif.
3) Darah : dapat timbul anemia, hipoalbumin, hiponatrium.
4) Test faal hati.


e. Prognosis Yang Jelek
1) Adanya ikterus yang jelek.
2) Pengobatan sudah satu bulan tanpa perbaikan.
3) Asites.
4) Hati yang mengecil.
5) Ada komplikasi yang neurologist.
6) Ensefalopati.
7) Perdarahan.

f. Pengobatan
1) Istirahat yang cukup.
2) Makanan tinggi kalori dan protein.
3) Vitamin yang cukup.
4) Pengobatan terhadap penyulit.

PENGKAJIAN HEMATEMESIS DAN MELENA
1) Riwayat Kesehatan
1. Riwayat mengidap : Penyakit Hepatitis kronis, cirrochis hepatis, hepatoma, ulkus peptikum
2. Kanker saluran pencernaan bagian atas
3. Riwayat penyakit darah, misalnya DIC
4. Riwayat penggunaan obat-obat ulserogenik
5. Kebiasaan/gaya hidup :
Alkoholisme, kebiasaan makan
2) Pengkajian Umum
1. Intake : anorexia, mual, muntah, penurunan berat badan.
2. Eliminasi :
• BAB :
konstipasi atau diare, adakah melena (warna darah hitam, konsistensi pekat, jumlahnya)
• BAK :
warna gelap, konsistensi pekat
3. Neurosensori :
adanya penurunan kesadaran (bingung, halusinasi, koma).
4. Respirasi :
sesak, dyspnoe, hipoxia
5. Aktifitas :
lemah, lelah, letargi, penurunan tonus otot

3) Pengkajian Fisik
1. Kesadaran, tekanan darah, nadi, temperatur, respirasi
2. Inspeksi :
Mata : conjungtiva (ada tidaknya anemis)
Mulut : adanya isi lambung yang bercampur darah
Ekstremitas : ujung-ujung jari pucat
Kulit : dingin
3. Auskultasi :
Paru
Jantung : irama cepat atau lambat
Usus : peristaltik menurun
4. Perkusi :
Abdomen : terdengar sonor, kembung atau tidak
Reflek patela : menurun
5. Studi diagnostik
Pemeriksaan darah : Hb, Ht, RBC, Protrombin, Fibrinogen, BUN, serum, amonoiak, albumin.
Pemeriksaan urin : BJ, warna, kepekatan
Pemeriksaan penunjang : esophagoscopy, endoscopy, USG, CT Scan.

4) Pengkajian Khusus
Pengkajian Kebutuhan Fisiologis
1. Oksigen
Yang dikaji adalah :
• Jumlah serta warna darah hematemesis.
• Warna kecoklatan : darah dari lambung kemungkinan masih tertinggal, potensial aspirasi.
• Posisi tidur klien : untuk mencegah adanya muntah masuk ke jalan nafas, mencegah renjatan.
• Tanda-tanda renjatan : bisa terjadi apabila jumlah darah > 500 cc dan terjadi secara kontinyu.
Jumlah perdarahan : observasi tanda-tanda hemodinamik yaitu tekanan darah, nadi, pernapasan, temperatur. Biasanya tekanan darah (sistolik) 110 mmHg, pernafasan cepat, nadi 110 x/menit, suhu antara 38 - 39 derajat Celcius, kulit dingin pucat atau cyanosis pada bibir, ujung-ujung ekstremitas, sirkulasi darah ke ginjal berkurang, menyebabkan urine berkurang.
2. Cairan
Keadaan yang perlu dikaji pada klien dengan hematemesis melena yang berhubungan dengan kebutuhan cairan yaitu jumlah perdarahan yang terjadi. Jumlah darah akan menentukan cairan pengganti.
Dikaji : macam perdarahan/cara pengeluaran darah untuk menentukan lokasi perdarahan serta jenis pembuluh darah yang pecah. Perdarahan yang terjadi secara tiba-tiba, warna darah merah segar, serta keluarnya secara kontinyu menggambarkan perdarahan yang terjadi pada saluran pencernaan bagian atas dan terjadi pecahnya pembuluh darah arteri. Jika fase emergency sudah berlalu, pada fase berikutnya lakukan pengkajian terhadap :
• Keseimbangan intake output. Pengkajian ini dilakukan pada klien hematemesis melena yang disebabkan oleh pecahnya varices esofagus sebagai akibat dari cirrochis hepatis yang sering mengalami asites dan edema.
• Pemberian cairan infus yang diberikan pada klien.
• Output urine dan catat jumlahnya per 24 jam.
• Tanda-tanda dehidrasi seperti turgor kulit yang menurun, mata cekung, jumlah urin yang sedikit. Untuk klien dengan hemetemesis melena sering mengalami gangguan fungsi ginjal.

3. Nutrisi
Dikaji :
• Kemampuan klien untuk beradaptasi dengan diit : 3 hari I cair selanjutnya makanan lunak.
• Pola makan klien
• BB sebelum terjadi perdarahan
• Kebersihan mulut : karena hemetemesis dan melena, sisa-sisa perdarahan
• dapat menjadi sumber infeksi yang menimbulkan ketidaknyamanan.

4. Temperatur
Klien dengan hematemesis melena pada umumnya mengalami kenaikan temperatur sekitar 38 - 39 derajat Celcius. Pada keadaan pre renjatan temperatur kulit menjadi dingin sebagai akibat gangguan sirkulasi. Penumpukan sisa perdarahan merupakan sumber infeksi pada saluran cerna sehingga suhu tubuh klien dapat meningkat. Selain itu pemberian infus yang lama juga dapat menjadi sumber infeksi yang menyebabkan suhu tubuh klien meningkat.

5. Eliminasi
Pada klien hematemesis melena pada umumnya mengalami gangguan eliminasi. Yang perlu dikaji adalah :
• Jumlah serta cara pengeluaran akibat fungsi ginjal terganggu. Urine berkurang dan biasanya dilakukan perawatan tirah baring.
• Defikasi, perlu dicatat jumlah, warna dan konsistensinya.
6. Perlindungan
Latar belakang sosio ekonomi klien, karena pada hematemesis melena perlu dilakukan beberapa tindakan sebagai penegakan diagnosa dan terapi bagi klien.
7. Kebutuhan Fisik dan Psiologis
Perlindungan terhadap bahaya infeksi. Perlu dikaji : kebersihan diri, kebersihan lingkungan klien, kebersihan alat-alat tenun, mempersiapkan dan melakukan pembilasan lambung, cara pemasangan dan perawatan pipa lambung, cara persiapan dan pemberian injeksi IV atau IM.
Perlindungan terhadap bahaya komplikasi :
• Kaji persiapan pemeriksaan endoscopy (informed concern).
• Persiapan yang berhubungan dengan pengambilan/pemeriksaan darah.






B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
Dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan metode proses keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 4 tahap yaitu : Pengkajian, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. (H. Lismidar, 1990, IX)
1. PENGKAJIAN
Pengkajian adalah komponen kunci dan pondasi proses keperawatan, pengkajian terbagi dalam tiga tahap yaitu, pengumpulan data, analisa data dan diagnosa keperawatan. (H. Lismidar, 1990. Hal 1)
1) Pengumpulan data
Dalam pengumpulan data ada urutan – urutan kegiatan yang dilakukan yaitu
a) Identitas klien
Nama, umur, jenis kelamin, tempat tinggal (alamat), pekerjaan, pendidikan dan status ekonomi.
b) Riwayat penyakit sekarang
Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit yang di rasakan saat ini.
c) Riwayat penyakit dahulu
Keadaan atau penyakit – penyakit yang pernah diderita oleh klien yang mungkin sehubungan dengan hematemesis melena.
d) Riwayat penyakit keluarga
Mencari diantara anggota keluarga yang menderita penyakit tersebut.
e) Riwayat psikososial
Pada penderita yang status ekonominya menengah ke bawah dan sanitasi kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk.
2) Pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada klien dengan hematemesis melena biasanya tinggal didaerah yang berdesak – desakan, kurang cahaya matahari, kurang ventilasi udara dan tinggal dirumah yang sumpek.
b. Pola nutrisi dan metabolic
Pada klien dengan hematemesis melena biasanya mengeluh anoreksia, nafsu makan menurun.
c. Pola eliminasi
Klien hematemesis melena tidak mengalami perubahan atau kesulitan dalam miksi maupun defekasi
d. Pola aktivitas dan latihan
Dengan adanya batuk, sesak napas dan nyeri dada akan menganggu aktivitas.
e. Pola tidur dan istirahat
Dengan adanya sesak napas dan nyeri dada pada penderita hematemesis melena mengakibatkan terganggunya kenyamanan tidur dan istirahat.
f. Pola hubungan dan peran
Klien dengan hematemesis melena akan mengalami perasaan asolasi.
g. Pola sensori dan kognitif
Daya panca indera (penciuman, perabaan, rasa, penglihatan, dan pendengaran) tidak ada gangguan.
h. Pola persepsi dan konsep diri
Karena nyeri dan sesak napas biasanya akan meningkatkan emosi dan rasa khawatir klien tentang penyakitnya.
i. Pola reproduksi dan seksual
pada pola reproduksi dan seksual akan berubah karena kelemahan.
j. Pola penanggulangan stress
Dengan adanya proses pengobatan yang maka akan mengakibatkan stress pada penderita.
k. Pola tata nilai dan kepercayaan
Karena nyeri dada dan batuk menyebabkan terganggunya aktifitas ibadah klien.

2. PEMERIKSAAN FISIK
Berdasarkan sistem – sistem tubuh
1) Sistem integument
Pada kulit terjadi sianosis, dingin dan lembab, tugor kulit menurun
2) Sistem pernapasan
Pada sistem pernapasan pada saat pemeriksaan fisik dijumpai
a. inspeksi : adanya tanda – tanda penarikan paru, diafragma, pergerakan napas yang tertinggal, suara napas melemah.
b. Palpasi : Fremitus suara meningkat.
c. Perkusi : Suara ketok redup.
d. Auskultasi : Suara napas brokial dengan atau tanpa ronki basah, kasar dan yang nyaring.
3) Sistem pengindraan
Pada klien hematemesis melena untuk pengindraan tidak ada kelainan
4) Sistem kordiovaskuler
Adanya takipnea, takikardia, sianosis.
5) Sistem gastrointestinal
Adanya nafsu makan menurun, anoreksia, berat badan turun.
6) Sistem musculoskeletal
Adanya keterbatasan aktivitas akibat kelemahan, kurang tidur dan keadaan sehari – hari yang kurang meyenangkan.
7) Sistem neurologis
Kesadaran penderita yaitu kompos mentis dengan GCS : 456
8) Sistem genetalia
Biasanya klien tidak mengalami kelainan pada genitalia

3. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) Pemeriksaan Radiologi
2) Pemeriksaan laboratorium

4. ANALISA DATA
Data yang telah dikumpulkan kemudian dianalisa untuk menentukan masalah klien. Masalah klien yang timbul yaitu, sesak napas, batuk, nyeri dada, nafsu makan menurun, aktivitas, lemas, potensial, penularan, gangguan tidur, gangguan harga diri.

5. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Tahap akhir dari perkajian adalah merumuskan Diagnosa keperawatan. Diagnosa keperawatan merupakan suatu pernyataan yang jelas tentang masalah kesehatan klien yang dapat diatas dengan tindakan keperawatan.
Dari analisa data diatas yang ada dapat dirumuskan diagnosa keperawatan pada klien dengan hematemesis melena sebagai berikut :
1) Kekurangan Volume cairan berhubungan dengan perdarahan esofagus dan anemia
2) Perfusi jaringan tidak efektif : serebral, perifer berhubungan dengan penurunan kadar hemoglobin akibat perdarahan.
3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan status puasa, penurunan nafsu makan.

6. PERENCAAAN
Setelah mengumpulkan data, mengelompokan dan menentukan Diagnosa keperawatan, maka tahap selanjutnya adalah menyusun perencaan. Dalam tahap perencanaan ini meliputi 3 menentukan prioritas Diagnosa keperawatan, menentukan tujuan merencanakan tindakan keperawatan.
Dan Diagnosa keperawatan diatas dapat disusun rencana keperawatan.

7. PELAKSANAAN
Pada tahap pelaksanaan ini, fase pelaksanaan terdiri dari berbagai kegiatan yaitu :
1) Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan konsulidasi
2) Keterampilan interpersonal, intelektual, tehnical, dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat
3) Keamanan fisik dan psikologia dilindungi
4) Dokumentasi intervensi dan respon klien.


8. EVALUASI
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan. Semua tahap proses keperawatan (Diagnosa, tujuan intervensi) harus di evaluasi, dengan melibatkan klien, perawatan dan anggota tim kesehatan lainnya dan bertujuan untuk menilai apakah tujuan dalam perencanaan keperawatan tercapai atau tidak untuk melakukan perkajian ulang jika tindakan belum hasil.
Ada tiga alternatif yang dipakai perawat dalam menilai suatu tindakan berhasil atau tidak dan sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan itu tercapai dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan rencana yang ditentukan, adapu alternatif tersebut adalah :
1) Tujuan tercapai
2) Tujuan tercapai sebagian
3) Tujuan tidak tercapai